
Oleh: Umar Sanusi
BERGERAKNEWS | Opini - Meski
PDIP berhasil membatasi Cagub-Cawagub Jatim pada dua pilihan yang masih di
dalam lingkarannya. Gus Ipul – Puti orangnya PDIP, dan Khofifah-Emil orangnya
istana,mereka tetap masih punya kekhawatiran. Logikanya, mereka bisa tenang
sambil kipas kipas, karena siapapun yang terpilih akan mampu menjaga
kepentingan PDIP. Tetapi PDIP tetap ingin menegaskan bahwa PILKADA Jatim adalah “pertaruhan”.
Apalagi rival politiknya ; Gerindra, PKS, dan PAN yang pada awalnya menjadi
harapan masyarakat Jatim mampu mengimbangi hegemoni PDIP, ternyata bisa dilumpuhkan.
Walhasil, pemilih Jatim harus menghadapi buah simalakama. Memilih Gus Ipul –
Puti sama dengan membela PDIP sebagai parpol pendukung penista agama. Memilih
Khofifah – Emil juga sama dengan mendunkung PKB sebagai teman setia PDIP.
Lalu
mengapa PDIP masih harus mengatakan bahwa PILKADA Jatim adalah pertaruhan ?
Bertaruh dengan siapa ? Bukankah semua kekuatan Parpol sudah mampu dilumpuhkan
dan dipecah belah ? Ternyata PDIP tak ingin kekalahan PILKADA DKI terulang.
Opini Pemimpin Kafir dan QS. Al-Maidah : 51 yang dikelolah oleh HTI secara
nasional ternyata mampu menjungkirbalikkan keadaan. PILKADA DKI disulap seolah
PILPRES, menjadi perhatian seluruh rakyat Indonesia. Dan pihak yang dituduh
bertanggung jawab atas kekalahan Ahok adalah HTI. Hingga di kemudian hari HTI
harus dibubarkan.
Ternyata
dengan pembubaran HTI tidak secara otomatis hilang pula penghalang PDIP.
Aktifitas dakwahnya yang panjang,metode perjuangannya yang cantik, integritas
personalnya yang teruji tampaknya telah mampu memberikan simpati kepada
sebagian umat Islam serta ulamanya. Seolah ulama-ulama itu berkata , “sekarang
HTI istirahat dulu, biar kami yang melanjutkan perjuangan.” Lihat saja, HTI
sudah dibubarkan, tetapi kok malah marak didiskusikan persoalan KHILAFAH ? Dan
ini didiskusikan di berbagai Pondok Pesantren. Tentu saja ini membuat PDIP
ketir-ketir. HTI sudah tiada, tetapi bayang-bayangnya terus menghantui.
Hal
yang membuat PDIP gunda gulana itu ternyata para ulama yang notabene mayoritas
Nahdliyin itu tidak membawa kitab-kitab HTI dalam bahtsul masailnya. Tetapi
membawa kitab-kitab kuning. Dan mengarah pada kesimpulan, bahwa yang dikampanyekan
HTI selama ini ternyata juga dibahas di dalam kitab-kitab kuning pondok
pesantren. Maka dengan pembubaran HTI secara paksa ini justru lebih menguatkan
ulama-ulama itu untuk mendukung HTI. Mereka bahkan rela setiap pekan untuk
datang ke PTUN di Jakarta. Keperluannya hanya satu, menunjukkan bahwa HTI tidak
sendiri. Mereka ada di belakang HTI.
Kembali
ke persoalan, bukankah tetap saja pilihan untuk Jatim, kalau tidak Gus Ipul ya
Khofifah ? Betul, tetapi ingat ini hanya babak awal, karena babak finalnya
nanti di PILPRES 2019.Karena kata PDIP, keberhasilan Jatim adalah barometer
kemenangan PILPRES 2019. Sementara saat ini jika kita perhatikan untuk Madura
saja, kasus tuntutan ulama-ulama Madura untuk memeja-hijaukan Megawati atas
delik menistakan agama masih belum kelar. Permusuhan Ulama-Ulama Madura
terhadap PDIP masih belum selesai, dan mereka akan menemukan momentumnya di
PILPRES 2019 nanti. Di satu sisi ternyata titah PBNU, KH. Said Aqil Siradj
semakin hari semakin tumpul. Ukurannya ketika beliau mengeluarkan fatwa “sholat
Jumat di jalan raya itu tidak sah”, ternyata tidak digubris oleh peserta aksi
212 tempo hari. Wal hasil, sebagian ulama-ulama NU tak bisa dikendalikan oleh
PBNU di satu sisi. Di sisi lainnya, ulama-ulama NU mulai menyadari dan
mendukung HTI.
Di
sini mulai tampak, ternyata HTI tidak mudah dihadang. Lembaganya dimatikan,
tetapi perjuangannya tak bisa dihentikan. Ulama-Ulama yang objektif bersedia
membongkar perpustakaannya dan menemukan bahwa HTI sejalan dengan dengan
ulama-ulama terdahulu. Kegigihannya di dalam pertempuran politik melawan
kedZloliman penguasa justru menjadi pagelaran cantik medan dakwah yang
mengharuskan ulama ulama itu turut terlibat mendukung HTI.
Dan
tinggal menunggu waktu. Merapatnya ulama-ulama kepada HTI, ibarat angin
kematian yang akan mengubur PDIP di PILPRES 2019. Maka wajarlah jika PDIP masih
menganggap, HTI masih terus membayanginya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar